Hampir semua bentuk pemasaran atau promosi memerlukan biaya. Meskipun terkesan buang-buang duit namun tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar uang masuk juga berasal dari pintu yang sama yakni pemasaran. Berapa sih anggaran promosi yang ideal? Dan media promosi seperti apa yang harus digunakan apakah promosi itu harus melalui TV, koran, majalah, media sosial, souvenir kantor atau apa?
Pertanyaan diatas mungkin seringkali ada di benak kita, pengusaha, manager marketing atau siapapun yang bertugas mengurus bidang pemasaran. Sayangnya, tidak ada jawaban pasti mengenai berapa nominal ideal biaya untuk sebuah pemasaran, karena semuanya begitu relatif. Banyak faktor yang bisa menjadi pertimbangan dalam menentukan besar kecilnya anggaran yang pas untuk melakukan promosi.
Beberapa diantaranya seperti skala bisnis perusahaan kita. Target pasar yang dituju, semakin tinggi kelas target pasar biasanya perlu melakukan promosi yang juga berkelas. Termasuk juga seberapa luas atau banyak target pasar yang akan dituju. Lalu faktor faktor lainnya seperti tingkat persaingan, media yang digunakan seperti souvenir kantor yang dipilih dan lain sebagainya, hal hal tersebut turut mempengaruhi jumlah anggaran.
Namun secara garis besar ada dua metode yang sering digunakan dalam menghitung anggaran promosi, yaitu :
Yang pertama adalah dengan metode Bottom Up
Sesuai dengan namanya metode bottom up ini bisa kita terjemahkan sebagai metode penghitungan anggaran yang mana penentuannya dimulai dari aspek-aspek yang berasal dari bawah baru ke atas. Untuk mempermudah dan menyamakan presepsi kita tentang istilah dari bawah dan atas. Kita bisa menganalogikannya berdasarkan struktur dalam sebuah perusahaan dimana bagian atas ialah pempimpin perusahaan bersama top manager dan dibawah ialah staf.
Dan juga bisa dimaknai bahwa bagian bawah adalah ujung dari siklus pemasaran yaitu target pasar atau konsumen/pembeli. Sementara yang dimaksud bagian atas adalah perusahaan. Sehingga bisa dikatakan bahwa dalam metode bottom up, perusahaan akan menghitung anggaran promosi dimulai dari menganalisa target pasar yang dituju.
Mulai dari mendefinisi target market yang dituju seperti apa, melakukan segmentasi berdasarkan demografinya. Tak lupa segementasi berdasarkan geografi untuk membatasi seberapa banyak target auidiens yang akan disasar. Kemudian melakukan pengamatan perilaku dan behaviour target audiens serta tren pasar yang sedang berlangsung. Nah dari sana kita akan mengetahui media apa saja yang bisa digunakan untuk melakukan promosi terhadap target pasar tersebut.
Setelah tahu dan menentukan media mana yang harus digunakan maka munculah biaya yang harus kita keluarkan untuk melakukan promosi tersebut. Dan akhirnya biaya inilah yang akhirnya dijadikan acuan dalam menghitung anggaran promosi.
Misalkan saja dari hasil pengamatan kita, ternyata souvenir kantor berupa bolpoin adalah media yang efektif untuk melakukan promosi terhadap target yang dituju. Maka selanjutnya kita tinggal mencari vendor percetakan untuk mengetahui berapa biaya yang diperlukan untuk membuat souvenir kantor tersebut.
Yang Kedua adalah Metode Top Down
Yaitu cara menghitung anggaran promosi dengan pendekatan dari atas kebawah. Secara sederhananya dalam metode ini, pihak perusahaan atau atasan telah melakukan pembatasan tertentu seperti banyaknya uang atau dana yang tersedia untuk membiayai segala aktivitas promosi. Mulai dari memasang iklan, membuat event, membeli souvenir kantor, transportasi dan sebagainya.
Sebagai pemilik usaha ataupun orang yang ditugaskan mengurusi bagian pemasaran. Kita perlu pintar dan jeli mengolah dana yang terbatas ini. Media promosi apa yang dipilih, berapa lama masa promosi, berapa banyak souvenir kantor yang harus dibuat, dan banyak lagi aspek lainnya.
Dari beberapa contoh kasus perusahaan yang menjadi klien kami di Cera Production, pada umumnya jumlah anggaran promosi dari suatu perusahaan berkisar antara 5-10% dari proyeksi penjualan pertahun. Maka jika perusahaan memiliki proyeksi penjualan 60 Milyar Rupiah setahun, maka paling tidak anggaran promosi idealnya berkisar antara 3 Milyar pertahun atau kurang lebih 250 juta sebulan.
Misalkan saja, anggaran biaya pemasaran yang tersedia untuk satu cabang perusahaan di suatu kota adalah 30juta rupiah sebulan. Setelah melakukan riset dan berbagai pertimbangan akhirnya dengan jumlah dana tersebut perusahaan mengalokasikan dananya sebagai berikut: 20 juta untuk membuat event, 5 juta untuk iklan di sosial media, 5 juta untuk membuat souvenir kantor sebagai merchandise bagi peserta event tersebut.
Jika kita cermati bersama, perbedaan mendasar dari kedua metode ini ialah dari kapan nominal anggaran tersebut muncul. Dalam metode Bottom Up kita menganalisa dulu kondisi pasar yang dituju seperti apa, baru muncul nominal anggaran promosi yang harus dikeluarkan berapa. Sementara dalam metode Top Down, perusahaan sudah menentukan terlebih dahulu berapa nominal anggaran promosi yang akan dikeluarkan baru pemimpin perusahaan atau tim pemasaran mengalokasikan dana tersebut ke berbagai pos-pos atau media promosi.
Metode bottom up berorientasi untuk melakukan efisiensi. Dimana perusahaan berusaha untuk melakukan promosi dan menjangkau pasar tertentu dengan biaya atau sumber daya yang seminimal mungkin. Sementara metode Top Down berorientasi pada efektifitas pemasaran, dengan biaya atau dana yang sudah ditentukan, kita harus berpikir keras bagaimana caranya agar promosi tersebut bisa memberikan hasil yang maksimal.
Memilih media promosi dan membuat rencana anggaran bukan berbicara tentang media mana yang lebih murah. Apakah beriklan di TV mahal, atau membuat souvenir kantor itu murah?. Semua itu relatif, karena murah dan mahal mungkin terukur secara nominal diawal sebagai biaya yang harus kita bayarkan. Namun akan lain halnya jika kita juga memasukan hasil promosi tersebut ke dalam perbandingan ini.
Contohnya saja, apakah akan disebut mahal apabila kita menggunakan souvenir kantor seharga ratusan ribu/pcs, namun akhirnya bisa mendatangkan penjualan yang dapat menutup semua biaya promosi yang dilakukan dan bahkan menghasilkan keuntungan berkali-kali lipat dari bulan sebelumnya?. Dan apakah bisa disebut murah apabila dari souvenir kantor yang harganya mungkin ratusan rupiah namun hasilnya belum mampu meningkatkan penjualan atau bahkan untuk menutup biaya promosi itu sekalipun?.Dalam memilih media promosi, khususnya souvenir kantor. Yang lebih penting bukan tentang murah atau mahal, namun apakah souvenir kantor tersebut menjadi media promosi yang tepat sasaran atau tidak?. Selain itu juga wajib memperhatikan hal teknis ketika memesan souvenir kantor, baca detailnya disini.